DI BALIK kokohnya gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah yang nyaman, ada elemen sederhana yang jarang disorot, pasir. Ia tak berkilau seperti emas, tak setangguh baja, namun menjadi fondasi dari hampir setiap bangunan yang dipijak. Untungnya, di Indonesia, harganya justru termasuk yang paling murah di dunia.
Pasir bangunan merupakan bahan utama dalam pembuatan beton, semen, mortar dan berbagai elemen konstruksi lainnya. Dari pondasi hingga plesteran, pasir memainkan peran vital dalam memastikan kekuatan dan kestabilan struktur. Tanpa pasir, pembangunan akan tersendat. Baik dari sisi teknis maupun biaya.
Menurut data dari dari 35 negara yang didata oleh Global Product Prices tahun 2023, Indonesia masuk dalam lima negara dengan harga pasir bangunan termurah di dunia, yakni sekitar Rp 622 per kilogram. Harga ini setara dengan Rusia, Afrika Selatan, Kolombia, dan Argentina.
Di bawah Indonesia, ada India dengan harga termurah sekitar Rp 311 per kilogram, disusul Spanyol di angka Rp 466 per kilogram, lalu barulah negara-negara seperti Chile (Rp 777 per kilogram), Brasil (Rp 777 per kilogram). Meksiko yang jadi paling mahal dalam daftar ini dengan Rp 1.244 per kilogram.

Harga pasir yang murah tentu memberi keuntungan besar bagi Indonesia, terutama di sektor konstruksi dan pembangunan infrastruktur. Biaya pembangunan bisa ditekan, sehingga proyek perumahan rakyat, jembatan, maupun jalan dapat berjalan lebih efisien. Industri properti juga diuntungkan, dengan potensi harga jual yang lebih kompetitif. Bahkan, murahnya pasir bisa menjadi daya tarik bagi investor asing dalam bidang manufaktur konstruksi.
Namun, murahnya harga bukan berarti tanpa risiko. Jika tak disertai kebijakan perlindungan lingkungan dan pengawasan penambangan, kekayaan ini bisa habis digerus waktu. Indonesia berpotensi jadi negara dengan pasir murah yang dikelola berkelanjutan, bukan sekadar murah, tapi bermakna.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin