Manusia vs Chatbot: Survei Global Ungkap Layanan Pelanggan Paling Disukai

kaltimes.com
11 Agu 2025
Share

KETIKA masalah datang, siapa yang akan kamu hubungi? Mesin pintar atau manusia?
Di tengah gempuran teknologi, perdebatan ini semakin hangat di dunia layanan pelanggan.

Chatbot kini menjadi andalan banyak perusahaan. Teknologi ini menjawab pertanyaan konsumen hanya dalam hitungan detik. Layanan tersedia 24 jam, cepat, dan efisien.

Namun, banyak pebisnis masih ragu dengan efektivitasnya. Chatbot sering kali kurang personal dan tidak mampu berempati. Banyak pelanggan tetap memilih berbicara dengan manusia, terutama saat masalah rumit atau butuh sentuhan emosional.

Survei Capgemini membuktikan hal ini. Penelitian dilakukan pada November–Desember 2024. Sebanyak 9.500 konsumen dari 13 negara di Amerika Utara, Eropa, Asia-Pasifik, dan Amerika Latin ikut serta.

Hasilnya jelas. Untuk empati, 71 persen responden memilih manusia, sementara chatbot hanya 17 persen. Pemecahan masalah kreatif juga dikuasai manusia, 69 persen berbanding 21 persen. Personalisasi layanan lebih tinggi di tangan manusia, 61 persen melawan 25 persen. Pengetahuan dan keahlian manusia unggul 57 persen, sedangkan chatbot 33 persen.

Kelebihan lain manusia terlihat pada tindak lanjut efektif (54 persen vs 35 persen), akurasi dan keandalan (54 persen vs 27 persen), komunikasi jelas (53 persen vs 34 persen), dan inklusivitas (51 persen vs 39 persen).

Meski begitu, chatbot memimpin pada kecepatan respons, 52 persen dibanding manusia 37 persen. Kemudahan akses juga setara, keduanya 52 persen. Untuk keamanan data, hasilnya nyaris imbang: manusia 43 persen, chatbot 40 persen.

Survei ini menegaskan satu hal: empati adalah kekuatan utama manusia. Chatbot, walau semakin canggih, masih sulit memahami emosi dan konteks kompleks. Manusia juga unggul dalam kreativitas, personalisasi, dan keahlian teknis.

Chatbot tetap tak tertandingi soal kecepatan dan akses. Konsumen mengakui kelebihannya yang mampu melayani tanpa lelah kapan pun dibutuhkan. Keamanan data pun dipandang setara antara keduanya.

Teknologi belum mampu menggantikan sentuhan manusia. Masa depan layanan pelanggan mungkin terletak pada kombinasi keduanya: chatbot untuk kecepatan, manusia untuk hati.(*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin