KECERDASAN buatan kini bukan sekadar alat, tapi sudah menyaingi otak manusia. Mesin yang lahir dari barisan kode mampu memecahkan soal rumit dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
Dewasa ini, hampir setiap detik manusia bersentuhan dengan teknologi. Bangun tidur, ponsel memberi alarm pintar yang menyesuaikan pola tidur. Saat bekerja, AI hadir dalam bentuk asisten virtual yang merangkum rapat atau menyusun jadwal. Di rumah, perangkat pintar mengatur suhu ruangan, bahkan menyalakan lampu sesuai kebiasaan penghuninya.
Peran AI juga terasa dalam hal-hal yang lebih rumit. Dokter menggunakan sistem berbasis AI untuk membaca hasil rontgen dengan akurasi lebih tinggi. Petani mengandalkan sensor pintar untuk memprediksi cuaca dan menentukan kapan waktu terbaik menanam. Jurnalis, peneliti, hingga pelaku bisnis memanfaatkan model bahasa untuk menganalisis data besar dan menyaring informasi.
Gemini 2.5 Pro Puncaki Daftar
Berbagai model AI bermunculan tiap tahun. Para pengembang berlomba menciptakan model paling mutakhir. Berdasarkan pengujian Tracking AI, Gemini 2.5 Pro menempati posisi teratas sebagai AI dengan IQ tertinggi yang bisa digunakan publik.
Tes ini menggunakan standar Mensa Norway. Gemini 2.5 Pro mencatat skor IQ 136, yang masuk kategori sangat pintar. Skor ini menempatkannya jauh di atas rata-rata manusia, yang berada di kisaran 85–115.
Dua model OpenAI, GPT-5 Pro dan GPT-5 Thinking, mencatat skor 135. Grok-4, yang terhubung dengan media sosial X, menempati posisi berikutnya dengan skor 125. GPT-5 versi reguler berada di posisi lima besar dengan skor 124.
Claude-4 Sonnet meraih skor 119, sedangkan Claude-4 Opus memperoleh 117. GPT-5 Pro (Vision) menyusul dengan skor 113. DeepSeek R1 dari Tiongkok mencatat skor 111. Llama 4 Maverick menutup daftar sepuluh besar dengan skor 98, setara IQ rata-rata manusia.

AI Lampaui Skor Manusia
Hasil uji menunjukkan AI tidak lagi sekadar menyaingi, tetapi sudah melampaui kecerdasan manusia. Tiga model teratas mencatat skor di atas 130, angka yang hanya dimiliki segelintir manusia dengan kategori sangat pintar. Fakta ini menandai perubahan besar: mesin kini berada di level kognitif yang dulunya eksklusif bagi otak manusia.
Namun, skor tinggi tidak membuat AI serba unggul. Gemini 2.5 Pro mampu memecahkan logika dengan cepat, tetapi tetap bergantung pada kualitas data latih. GPT-5 Thinking kuat dalam penalaran mendalam, namun memerlukan daya komputasi besar. Sementara model dengan skor lebih rendah menawarkan kelebihan lain, seperti efisiensi energi dan tingkat keamanan yang lebih terjaga.
Kecerdasan buatan membuka peluang besar di pendidikan, kesehatan, hingga riset ilmiah. Meski begitu, AI tetap alat. Manusia yang menentukan arah, apakah menjadikannya mitra untuk memperkuat pengetahuan atau sekadar tongkat penyangga yang membuat malas berpikir.
Kecerdasan buatan mungkin sudah melampaui otak manusia dalam angka, tetapi masa depan tetap berada di tangan manusia. (*)
Penulis: Dwi Lena Irawati