Sumber foto: REUTERS/Mussa Qawasma
TANGISAN ANAK-ANAK, reruntuhan bangunan, dan langit Gaza yang terus dihujani bom menggambarkan tragedi yang tak kunjung reda. Di tengah gencatan senjata yang seharusnya membawa jeda, Israel kembali melancarkan serangan yang memicu kemarahan dunia.
Serangan brutal Israel ke Jalur Gaza kembali menjadi sorotan dunia. Menurut Wakil Ketua MPR RI, Dr. Hidayat Nur Wahid, kejahatan kemanusiaan Israel telah melampaui kekejaman Holocaust. Dalam siaran pers di situs resmi MPR.go.id , ia menyebut Israel tak hanya menyerang saat gencatan, tetapi juga memblokir bantuan kemanusiaan. Penjajahan yang berlangsung sejak 1948 kini mencapai puncaknya, dengan ribuan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak yang telah menjadi korban.
Situasi ini memperburuk ketegangan kawasan. Pada April 2024, Israel menggempur Konsulat Iran di Damaskus, menewaskan tujuh pejabat tinggi Korps Garda Revolusi. Iran merespons dengan meluncurkan lebih dari 300 drone dan rudal ke wilayah Israel. Meski sebagian besar berhasil dicegat, aksi saling serang ini menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya konflik skala penuh di Timur Tengah.
Dunia pun angkat suara. Survei global yang dilakukan Pew Research Center pada 8 Januari hingga 26 April 2025 melibatkan 28.333 responden dari kawasan seperti Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah, Asia Pasifik, Afrika Sub-Sahara, dan Amerika Latin, serta 3.605 responden dari Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa secara median, 62 persen responden di 24 negara berpandangan negatif terhadap Israel, sementara hanya 29 persen yang bersikap positif. Temuan ini mencerminkan pergeseran sikap masyarakat internasional terhadap Israel, terutama setelah meningkatnya kekerasan di Gaza.
Negara dengan respons negatif tertinggi adalah Turki (93 persen), disusul Indonesia (80 persen) dan Jepang (79 persen). Ketiganya dikenal konsisten mendukung Palestina. Ketiganya dikenal memiliki sikap politik luar negeri yang konsisten mendukung Palestina.
Turki secara historis vokal mengkritik tindakan militer Israel dan aktif dalam diplomasi Timur Tengah. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menempatkan isu kemerdekaan Palestina sebagai bagian dari amanat konstitusional. Sementara Jepang cenderung berhati-hati secara diplomatik, namun masyarakatnya menunjukkan empati tinggi terhadap warga sipil Gaza karena meningkatnya liputan media dan kesadaran kemanusiaan.
Negara-negara Barat pun menunjukkan penurunan simpati terhadap Israel. Belanda mencatat 78 persen persepsi negatif, Kanada 60 persen. Bahkan Amerika Serikat yang merupakan sekutu utama Israel memiliki 53 persen responden negatif. Meskipun angka positifnya masih tinggi (45 persen). Afrika Selatan mencatat 52 persen negatif dan 34 persen positif.
Di sisi lain, India menunjukkan sikap yang lebih terbagi, 34 persen positif dan 29 persen negatif. Hal ini mencerminkan hubungan bilateral yang kian erat antara India dan Israel, terutama di bidang pertahanan dan teknologi. Sementara itu, Kenya (50 persen) dan Nigeria (59 persen) menunjukkan dukungan publik yang lebih besar terhadap Israel. Seperti India, persepsi ini dipengaruhi oleh kerja sama ekonomi, politik domestik, dan terbatasnya ekspos media terhadap isu Palestina.

Keseluruhan data ini memperlihatkan bahwa sebagian besar dunia kini memandang tindakan Israel sebagai pelanggaran hak asasi manusia serius. Pandangan ini juga tercermin dalam Global Peace Index (GPI) 2025 yang dirilis Institute for Economics and Peace, menempatkan Israel di peringkat ke-9 sebagai negara paling tidak damai di dunia dengan skor 3,108. Dunia semakin bersuara, dan gelombang penolakan terhadap kekerasan brutal Israel kian sulit dibendung.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin