Analisis Pangan Kaltim: Pisang Juara, Jeruk Anjlok 40 Persen

kaltimes.com
2 Nov 2025
Share

HEMBUSAN angin pagi membawa aroma tanah basah dan kesegaran buah lokal. Di pasar tradisional, pisang kuning terpampang rapi, mudah dijangkau, dan selalu tersedia sebagai pengisi energi. Komoditas buah ini seolah menjadi penjamin gizi harian yang selalu ada, siap mengisi perut.

Menurut situs indonesia.go.id, beberapa buah lokal di Indonesia punya pola panen yang stabil. Pepaya dan pisang, misalnya, bisa berbuah tanpa henti dari Januari sampai Desember.

Tren ini juga terlihat di Kalimantan Timur (Kaltim), salah satu daerah penghasil utama pisang dan pepaya. Data BPS 2024 mencatat peningkatan produksi hortikultura di wilayah ini, sejalan dengan fokus RPJMD 2025–2029 yang menetapkan kedua komoditas tersebut sebagai buah unggulan daerah.

Pisang Melambung, Jeruk Terjun Bebas

Pisang adalah juara baru sektor buah Kaltim. Pada 2019, produksinya mencapai 103,8 ton, lalu naik tajam menjadi 156,1 ton pada 2023. Nilai ini melonjak 50,3 persen hanya dalam lima tahun.

Sayangnya, tren berbeda dialami jeruk. Komoditas yang biasanya panen besar pada Maret–Juni itu malah anjlok dari 14 ton (2019) menjadi hanya 8,3 ton (2023). Artinya, turun 40,3 persen dalam lima tahun terakhir.

Sementara itu, pepaya menunjukkan tren naik-turun. Dari 24,9 ton (2019), produksinya sempat melesat ke 29,4 ton (2023), tapi sempat drop drastis ke 13,6 ton di tahun 2022.

Pisang sebagai Model Ketahanan Pangan

Foto: Ilustrasi pohon pisang (Pinterest)

Stabilnya panen pisang membuat komoditas ini layak dijadikan model ketahanan pangan lokal. Produksi yang terus naik menunjukkan petani pisang Kaltim berhasil menjaga suplai sepanjang tahun.

Sebaliknya, anjloknya jeruk menjadi alarm bagi pemerintah daerah. Penurunan tajam bisa disebabkan serangan hama, cuaca ekstrem, atau minimnya bantuan bibit unggul. Pepaya pun, meski tahan musim, tetap butuh perlindungan dari penyakit tanaman dan perubahan iklim.

Kaltim harus belajar dari pisang: tumbuh di tanah sendiri, kuat di segala musim dan jadi simbol kedaulatan pangan yang sesungguhnya.(*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin