Pengangguran Jadi Isu Paling Mendesak di 2025, 49 Persen Responden Sepakat

kaltimes.com
20 Agu 2025
Share

DI TENGAH laju pembangunan, keresahan masih terasa di banyak keluarga Indonesia. Suara keluh kesah soal sulitnya mencari pekerjaan kerap terdengar di warung kopi hingga ruang keluarga.

Sebuah survei Yayasan Pelopor Pilihan Tujuhbelas (PP17) menunjukkan 49 persen responden memilih pengangguran sebagai isu paling mendesak di 2025. Pada kuartal II, masyarakat mendesak pemerintah segera memberi solusi nyata atas persoalan ini.

Isu pengangguran kian rumit dengan hadirnya digitalisasi, otomatisasi, dan ketidakcocokan keterampilan kerja. Banyak anak muda usia produktif belum mendapat pekerjaan tetap. Sisa dampak pandemi Covid-19 pun masih menghantui, karena ribuan usaha kecil belum mampu bangkit dari keterpurukan.

Masalah korupsi juga mencuat. Deretan kasus besar merugikan negara hingga triliunan rupiah, dan publik menuntut aparat hukum menindak pejabat yang terlibat tanpa pandang bulu.

Selain itu, 43 persen responden meminta pemerintah mengendalikan harga bahan pokok yang terus naik. Lonjakan biaya hidup, tanpa kenaikan upah sepadan, semakin menekan keluarga Indonesia.

Judi online ikut memicu keresahan publik. Sebanyak 22 persen responden menilai maraknya iklan judi digital di media sosial membahayakan, terutama karena anak-anak bisa mengaksesnya dengan mudah.



Isu lain yang mencuat meliputi kekerasan seksual, tindak aparat, hingga mahalnya biaya pendidikan. Bahkan 15 persen responden mengkritik program Makan Bergizi Gratis (MBG). Mereka menyoroti kasus keracunan siswa dan distribusi pangan yang belum merata.

Temuan ini menegaskan bahwa masyarakat tidak sekadar resah, tetapi juga menuntut langkah cepat pemerintah. Pengangguran, harga pangan, dan korupsi muncul sebagai tantangan nyata yang menunggu kebijakan tegas.

Memasuki tahun kemerdekaan ke-80, Indonesia masih memikul pekerjaan rumah besar. Jika dulu bangsa ini diperjuangkan dengan darah, kini giliran semua pihak menjaga masa depan dengan solusi nyata.(*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin