GEMERLAP layar ponsel memancarkan cahaya biru. Di sanalah perdebatan politik, petisi daring dan advokasi sosial menemukan ruang bersuara bagi generasi muda. Anak muda kini memanfaatkan media sosial sebagai mimbar baru untuk memastikan demokrasi berjalan.
Dewasa ini, diseminasi informasi semakin cepat dan mudah diakses melalui internet, terutama pada media sosial. Anak muda adalah generasi yang lebih sering menggunakan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mereka tentunya lebih banyak terpapar dengan informasi atau berita yang sedang hangat.
Lebih dari Separuh Anak Muda Sering Terpapar Politik
Yayasan Partisipasi Muda melakukan riset kepada 505 anak muda berumur 18-25 tahun. Riset ini berlangsung pada November 2024 hingga Maret 2025. Tujuannya adalah mengetahui tingkat keterpaparan mereka terhadap informasi yang berkaitan dengan politik nasional. Berdasarkan hasil riset, tingkat keterpaparan politik anak muda beragam. Tidak ada responden yang tidak sama sekali terpapar informasi politik.
Sebanyak 21 persen responden tercatat sangat sering terpapar informasi politik. Mereka mengikuti informasi politik yang diakses setiap harinya melalui berbagai saluran. Mereka juga ikut terlibat dalam diskusi politik terkait. Sementara itu, 36,8 persen responden mengaku sering terpapar informasi politik.
Jika ditotal, lebih dari 57 persen anak muda telah sering terpapar informasi politik. Hal ini menunjukkan sebagian besar anak muda sudah cukup melek terkait kondisi politik nasional maupun internasional. Mereka setidaknya mengetahui isu politik apa yang sedang terjadi.
Di samping itu, 30,3 persen responden kadang-kadang terpapar dengan informasi politik. Tingkat keterpaparan politik yang beragam ini menunjukkan diversifikasi saluran informasi politik diperlukan.

Dari data ini, tingginya persentase keterpaparan menunjukkan media sosial telah berhasil menjadikan isu politik sebagai bagian dari konsumsi informasi harian anak muda. Namun, tantangan terbesarnya adalah mengubah paparan informasi tersebut menjadi pemahaman kontekstual yang mendalam.
Hanya 7,1 Persen Konsisten Menyuarakan Isu Politik
Anak muda tak hanya mengetahui kondisi politik saja. Mereka bahkan secara aktif berpartisipasi dalam politik. Mereka memastikan demokrasi dalam negara berjalan dengan baik melalui berbagai bentuk aktivisme. Aktivisme itu seperti demonstrasi, protes, advokasi, boikot, dan mengisi petisi.
Memang benar bahwa anak muda cenderung lebih vokal dalam menyuarakan isu politik. Mereka melakukannya mulai dari media sosial hingga turun ke jalan untuk demonstrasi. Namun, bagaimana komitmen mereka dalam menyuarakan isu-isu politik ini?
Yayasan Partisipasi Muda juga melakukan riset untuk memahami navigasi anak muda Indonesia dalam ruang sipil yang dinamis. Riset ini juga mengulas tantangan partisipasi politik kontemporer. Hasil riset menemukan tingkat partisipasi anak muda dalam menyuarakan isu politik cukup bervariasi.
Ternyata, hanya 7,1 persen responden yang secara aktif dan konsisten terlibat dalam menyuarakan isu politik. Aktif dan konsisten yang dimaksud di sini adalah terus-menerus menyuarakan isu tertentu, meskipun sudah tidak lagi menjadi tren.
Kemudian, 22 persen responden tercatat sering terlibat dalam menyuarakan isu politik. Mereka tidak selalu konsisten menyuarakan isu tertentu. Tetapi, mereka tetap up-to-date dengan isu politik terbaru untuk terlibat dalam kampanye advokasinya.
Responden yang kadang-kadang terlibat dalam menyuarakan isu politik menjadi yang terbanyak. Jumlahnya mencapai 43,6 persen. Mereka biasanya tidak menyuarakan banyak isu politik. Mereka hanya kadang-kadang ikut menyuarakan isu yang sedang hangat saat itu.
Sedangkan, 21,2 persen responden jarang terlibat dalam menyuarakan isu politik. Mereka yang jarang terlibat ini biasanya memang tidak begitu memahami isu politik dan tidak menyadari pentingnya menyuarakan isu politik.

Ada korelasi signifikan antara tingkat keterpaparan dan partisipasi. 57,8 persen anak muda sering terpapar informasi politik. Namun, hanya 29,1 persen (7,1 persen aktif dan 22 persen sering) yang aktif menyuarakan isu. Sisanya, 43,6 persen yang kadang-kadang terlibat, mencerminkan adanya gap antara sekadar tahu dan bertindak.
Paparan informasi politik yang tinggi seringkali hanya bersifat konsumsi. Oleh karena itu, anak muda perlu didorong untuk menerjemahkan pengetahuan tersebut menjadi tindakan nyata, bukan hanya reaktif terhadap isu yang sedang viral.
Partisipasi politik membutuhkan stamina dan komitmen jangka panjang. Kita harus memastikan suara generasi muda tidak hanya ramai saat isu sedang hangat, tetapi terus mengawal jalannya demokrasi. (*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin