KETERSEDIAAN fasilitas kesehatan menjadi salah satu indikator penting dalam menilai kualitas layanan publik dan kesejahteraan warga. Di Kota Samarinda, meskipun berbagai fasilitas seperti rumah sakit umum, rumah sakit khusus, puskesmas, dan klinik telah tersedia di setiap kecamatan, data menunjukkan bahwa distribusinya masih belum merata.
Analisa ini menggunakan data kependudukan dan fasilitas kesehatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diakses pukul 13.27 Wita, 7 April 2025, di Kota Samarinda pada tahun 2024. Analisa menilai tingkat ketersediaan layanan kesehatan, dihitung rasio jumlah penduduk dengan jumlah fasilitas kesehatan di setiap kecamatan. Rasio ini diperoleh dengan membagi jumlah penduduk dengan total unit layanan kesehatan yang tersedia di wilayah tersebut. Jika semakin kecil angka rasionya, maka semakin baik akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.

Dari sepuluh kecamatan di Samarinda, Samarinda Ulu memiliki jumlah fasilitas kesehatan terbanyak, yaitu sepuluh unit. Dengan jumlah penduduk 134 ribu jiwa, setiap fasilitas melayani sekitar 13.400 orang. Samarinda Kota berada di peringkat kedua dengan 7 unit fasilitas kesehatan (faskes) dan Sungai Kunjang 5 unit faskes.
Meskipun demikian, jika dilihat dari rasio penduduk per fasilitas, Samarinda Kota justru memiliki rasio terbaik. Dengan tujuh fasilitas untuk melayani 32 ribu penduduk, satu fasilitas di kecamatan ini hanya menangani sekitar 4.630 orang. Artinya, meskipun jumlah fasilitas di Samarinda Ulu lebih banyak, beban per fasilitas masih lebih tinggi dibandingkan Samarinda Kota yang menawarkan akses layanan lebih ideal.
Sementara itu, rasio tinggi ditemukan di sejumlah kecamatan dengan penduduk padat namun fasilitas terbatas. Misalnya di Kecamatan Sungai Kunjang yang memiliki 5 fasilitas kesehatan, namun jumlah penduduknya mencapai 140 ribu jiwa. Hal ini membuat rasio tetap tinggi di angka 28.120 jiwa per fasilitas. Padahal Sungai Kunjang termasuk 3 kecamatan dengan fasilitas kesehatan terbanyak di Samarinda.
Kondisi lebih berat terjadi di Samarinda Utara, yang hanya memiliki tiga fasilitas untuk melayani lebih dari 113 ribu penduduk. Artinya, satu fasilitas harus melayani 38 ribu orang. Sungai Pinang dan Samarinda Ilir pun menghadapi tantangan serupa, dengan rasio masing-masing mencapai 37 ribu dan 34 ribu jiwa per fasilitas.
Hasil analisis ini menegaskan bahwa beberapa kecamatan di Samarinda memang mengalami kekurangan fasilitas kesehatan. Kesenjangan ini menunjukkan perlunya kebijakan untuk menambah layanan kesehatan di wilayah padat agar akses lebih merata. Temuan ini sejalan dengan sorotan DPRD Kaltim sebagaimana diberitakan Koran Kaltim (https://korankaltim.com/read/dprd-kaltim/75201/dprd-soroti-kekurangan-fasilitas-kesehatan-dan-kesejahteraan-tenaga-medis-di-samarinda, 2 April 2024), menyebutkan fasilitas kesehatan dan kesejahteraan tenaga medis di Samarinda masih belum memadai. DPRD mendorong pemerintah kota untuk menambah fasilitas serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan, khususnya di wilayah yang mengalami kekurangan.
Rasio penduduk per fasilitas kesehatan hanya memberikan gambaran kasar. Namun tetap berguna sebagai indikator awal ketimpangan akses. Angka rasio yang tinggi mengindikasikan bahwa masyarakat belum terlayani secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya tenaga medis yang menghambat pembukaan fasilitas kesehatan atau optimalisasi layanan. Ketimpangan ini tidak hanya berdampak pada ketersediaan fasilitas, tetapi juga pada kualitas pelayanan yang diterima warga.
Hal ini juga diperkuat oleh temuan dalam penelitian Arfah dan Sulfianto (2017) berjudul “Pelayanan Kesehatan dalam Perspektif Kepuasan Pasien di Puskesmas Temindung Kota Samarinda.” Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan di Samarinda terhambat oleh distribusi tenaga medis yang tidak merata, terutama di wilayah pinggiran dan rawan banjir. Selain itu, kesejahteraan tenaga kesehatan yang belum memadai turut memengaruhi menurunnya kualitas layanan secara keseluruhan.
Data rasio penduduk per fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa akses layanan di Samarinda belum merata. Beberapa kecamatan harus berbagi satu fasilitas untuk puluhan ribu warga, angka yang jelas tidak ideal. Ketimpangan ini bukan sekadar soal jumlah bangunan, tapi mencerminkan masalah yang lebih dalam: minimnya tenaga medis, infrastruktur yang belum mendukung, dan distribusi layanan yang cenderung timpang. Pemerintah tidak bisa hanya puas dengan keberadaan fasilitas di atas kertas. Yang dibutuhkan warga adalah akses yang nyata, adil, dan berkualitas. Tanpa pembenahan menyeluruh, upaya pemerataan pelayanan kesehatan hanya akan jadi wacana tanpa dampak nyata.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin