MEMUTSKAN untuk tidak merokok di Indonesia bukan perkara mudah. Di tengah budaya yang menganggap rokok sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Baik dalam pergaulan, pekerjaan, bahkan saat bersantai. Pilihan untuk tidak menyentuh batang rokok menjadi semacam perlawanan diam-diam.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada 2025 nanti, lebih dari sepertiga penduduk Indonesia, tepatnya 36,7 persen masih menjadi perokok. Angkanya jauh lebih tinggi untuk laki-laki: 73,2 persen dari mereka diperkirakan masih akan merokok. Bandingkan dengan perempuan yang hanya 1,9 persen. Ini menandakan kebiasaan merokok di Indonesia masih sangat didominasi oleh laki-laki, dan upaya mengurangi ketergantungan terhadap tembakau masih menghadapi tantangan besar.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan betapa lambatnya perubahan terjadi. Sejak 2015, tingkat konsumsi rokok hanya turun sekitar 1 persen. Dari 30,08 persen pada 2015 menjadi 28,99 persen pada 2024.
Dalam definisi BPS, perokok merupakan orang yang mengonsumsi rokok tembakau setidaknya sebulan terakhir sebelum survei dilakukan. Dengan demikian, hampir 3 dari 10 orang berusia di atas 15 tahun di Indonesia adalah perokok aktif. Angka ini masih sangat tinggi untuk standar kesehatan publik.
Di tengah tingginya angka nasional, ada provinsi-provinsi yang mulai menunjukkan harapan. Bali tercatat sebagai wilayah dengan tingkat perokok terendah, yaitu 19,22 persen. Disusul oleh Papua Tengah (19,48 persen) dan Papua Pegunungan (19,54 persen). Provinsi Papua juga relatif rendah, di angka 22,11 persen. Ibu kota negara, DKI Jakarta, berada sedikit di atas, dengan 22,56 persen.
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur masing-masing mencatatkan 23,07 persen dan 23,99 persen. Sementara itu, di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, angkanya juga masih relatif moderat, yakni 24,66 persen dan 24,8 persen. Papua Barat Daya menutup daftar sepuluh provinsi dengan perokok paling sedikit, dengan angka 25 persen.

Kendati demikian, data ini menunjukkan ada wilayah di Indonesia yang perlahan mulai melepaskan diri dari ketergantungan rokok. Meski jalannya lambat dan penuh tantangan, provinsi-provinsi ini bisa menjadi contoh bahwa masyarakat yang lebih sadar kesehatan bukan mustahil dibentuk. Asalkan didukung oleh edukasi, regulasi yang konsisten, dan tentu saja, lingkungan sosial yang mendukung gaya hidup bebas asap.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin