DEBU jalanan berterbangan, diselingi teriakan dan dentuman keras dari balik kawat berduri. Aksi demonstrasi yang menyelimuti jantung ibu kota mencerminkan kemarahan publik. Suasana kisruh ini menjadi potret ketidakpuasan masyarakat terhadap jalannya pemerintahan.
Ketidakpuasan tersebut kini dikuantifikasi dalam laporan resmi. Pusat Studi Celios (Center of Economic and Law Studies) baru saja merilis survei Evaluasi Kinerja 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran. Survei ini melibatkan 1.338 responden dan mengukur sentimen publik terhadap capaian kabinet selama setahun berkuasa. Responden diminta memilih tiga menteri terbaik dan terburuk, menghasilkan skor poin yang menjadi dasar evaluasi ini.
Kinerja Menteri: 10 Posisi Terbawah Menurut CELIOS
Survei CELIOS menemukan sepuluh menteri Kabinet Prabowo-Gibran dengan skor kinerja terburuk. Mayoritas menteri ini mengelola sektor yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Peringkat teratas menteri dengan kinerja terburuk diduduki oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Bahlil meraih skor minus 151 poin. Survei ini menyoroti kegagalan kementerian menstabilkan harga energi dan mengelola sumber daya mineral nasional. Publik menilai penanganan kebijakan sektor energi tidak maksimal.
Selanjutnya, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menerima skor minus 81. Penilaian negatif ini terkait penanganan isu gizi dan stunting. Di posisi ketiga, Menteri HAM Natalius Pigai mencatat skor minus 79 poin. Publik mempertanyakan komitmen dan langkah kementerian dalam penegakan hak asasi manusia.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mendapatkan skor minus 56. Laporan ini menemukan kementerian dinilai gagal mengatasi deforestasi dan isu agraria yang kompleks. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, turut berada di daftar ini. Fadli Zon mencapai skor minus 36 poin.
Menteri Pariwisata, Widianty Putri Wardhana, berada di posisi keenam dengan skor minus 34. Kinerjanya mengecewakan publik dalam memajukan sektor pariwisata. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyusul dengan skor minus 22 poin. Koordinasi kebijakan pangan dianggap belum optimal menjamin ketahanan pangan.
Tiga posisi terbawah diisi oleh Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko (minus 14). Lalu, Menteri Desa Yandri Susanto meraih minus 10 poin. Terakhir, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, menutup daftar sepuluh terburuk dengan minus 7 poin. Menteri-menteri ini menghadapi kritikan terhadap program percepatan pengentasan kemiskinan dan masalah tata ruang.
Data skor negatif ini memberikan gambaran jelas. Isu-isu dasar yang berkaitan langsung dengan rakyat menjadi titik lemah utama Kabinet Prabowo-Gibran. Energi, gizi, pangan, dan HAM memerlukan perhatian serius. Faktanya, hampir semua menteri di daftar sepuluh terburuk mengelola sektor yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan fundamental masyarakat. Kinerja mereka menentukan kualitas hidup sehari-hari masyarakat.
Perbandingan dengan Menteri Terbaik
Kontras dengan rapor merah tersebut, survei juga menemukan tiga menteri dengan kinerja terbaik. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang memimpin dengan skor jauh di atas seribu: 1.042 poin. Kemudian, Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengumpulkan 470 poin. Terakhir, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mencapai skor 287.

Skor positif ini mencerminkan apresiasi publik terhadap capaian yang konkret. Menteri AHY memimpin di sektor infrastruktur. Percepatan proyek konektivitas menjadi fokus. Hasilnya terasa langsung bagi mobilitas masyarakat.
Selanjutnya, Menteri Nasaruddin Umar menjaga stabilitas kerukunan umat beragama. Kementeriannya memastikan layanan keagamaan berjalan baik. Sementara itu, Abdul Mu’ti mendorong reformasi pendidikan dasar dan menengah. Program-programnya mendapat dukungan dari guru dan orang tua.
Oleh karena itu, rapor kabinet menunjukkan perbedaan kinerja yang ekstrem antar sektor. Sebagai pembanding, kinerja AHY melampaui menteri-menteri terburuk dengan selisih lebih dari 1.200 poin. Sektor infrastruktur dan agama menunjukkan capaian positif. Namun demikian, sektor-sektor strategis seperti energi dan pangan justru terpuruk dalam penilaian publik.
Surat untuk Presiden Prabowo
Hasil survei ini memberikan sinyal bahaya serius bagi Presiden Prabowo Subianto. Kepemimpinan Prabowo perlu mengambil tindakan tegas dan cepat. Pertama-tama, Presiden harus mengevaluasi kinerja menteri di sektor publik yang vital. Presiden harus mengganti menteri yang kinerjanya terbukti stagnan.
Kegagalan mengelola energi dan pangan dapat memicu ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Maka, fokus harus beralih dari citra politik ke hasil kerja nyata untuk rakyat. Presiden harus menempatkan orang yang tepat mengatasi isu-isu fundamental ini.
Kinerja kabinet bukan sekadar urusan angka di atas kertas. Kinerja kabinet merupakan cerminan dari kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Kini, pemerintah perlu membuktikan komitmennya mengatasi tantangan ini demi masa depan yang lebih stabil. (*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin