Proyeksi DBH Kalimantan Timur 2026 Turun 76 Persen, Daerah Siap Tersendat

kaltimes.com
27 Sep 2025
Share

GEMERLAP gedung pemerintahan tetap berdiri megah, sementara kekhawatiran mulai merayapi ujung anggaran daerah. Kalimantan Timur, salah satu daerah penghasil sumber daya alam terbesar, kini menghadapi ancaman penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) yang bisa mengguncang keuangan daerah.

Pemerintah daerah selama ini menutup sebagian besar kebutuhan pembangunan lewat DBH. Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga program sosial banyak bergantung pada aliran dana pusat. Jika potongan benar terjadi, ruang fiskal pemda akan makin sempit.

Data Estimasi Perhitungan Dana Transfer Umum 2026 menunjukkan penurunan rata-rata 76,54 persen dibanding 2025. Total DBH Kaltim turun dari Rp 27,98 triliun menjadi hanya Rp 6,51 triliun. Hampir semua daerah terkena dampak besar.

Kota-Kota Besar Ikut Terimbas

Balikpapan diperkirakan hanya menerima Rp 233,81 miliar pada 2026, turun drastis dari Rp 996,83 miliar pada 2025. Selisih Rp 763,02 miliar ini bisa mengganggu pembangunan kota yang banyak mengandalkan dana pusat.

Samarinda, ibu kota Kaltim, menghadapi penurunan tajam. Dari Rp 1,12 triliun pada 2025, DBH kota ini menyusut menjadi Rp 262,43 miliar pada 2026. Selisih Rp 856,42 miliar bisa menekan layanan publik di kota dengan jumlah penduduk terbesar di provinsi.

Bontang juga merasakan imbas besar. DBH kota industri tersebut turun dari Rp 1,23 triliun pada 2025 menjadi hanya Rp 290,88 miliar pada 2026. Pemotongan Rp 948,94 miliar menempatkan Bontang sebagai salah satu daerah dengan pengurangan paling signifikan.

Sinyal Krisis Fiskal

Penurunan hingga tiga perempat anggaran memaksa pemda memangkas program pembangunan, menyusun ulang prioritas belanja, dan mengandalkan pendapatan asli daerah (PAD) yang masih terbatas.

Masyarakat bisa merasakan imbas langsung. Layanan pendidikan dan kesehatan berpotensi tertekan, pembangunan infrastruktur melambat, dan program sosial menyusut. Kondisi ini mengingatkan bahwa ketergantungan pada SDA tidak bisa selamanya menopang APBD.

Kini, pertanyaan besar menggantung: mampukah Kaltim beradaptasi dengan skala fiskal baru, atau justru terseret dalam krisis layanan publik? (*)


Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin