SUARA kehidupan kota tidak hanya tercermin dari hiruk pikuk jalan dan gedung megah. Kesejahteraan sejati hadir dari kualitas hidup warganya, dari panjang umur, akses pendidikan, hingga standar hidup yang layak.
Kemajuan suatu negara tercermin dari kualitas manusianya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) menjadi tolok ukur penting untuk menilai hal itu. IPM mengukur tiga aspek utama: kesehatan, pendidikan, dan standar hidup. Kota yang mencatat harapan hidup panjang, angka melek huruf tinggi, serta penghasilan rata-rata layak akan mencatat IPM lebih tinggi dibanding kota dengan kondisi sebaliknya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung IPM nasional dan daerah dengan metode yang mereka adopsi dari UNDP. Pada 2024, BPS mencatat IPM Indonesia sebesar 74,20 dari rentang 0–100, naik dari 73,55 pada tahun sebelumnya. Angka ini memperlihatkan peningkatan, tetapi kesenjangan antar daerah masih terlihat jelas.
Daftar Kota dengan IPM Tertinggi
Kota Yogyakarta mencatat IPM tertinggi di Indonesia dengan nilai 88,77. Posisi kedua ditempati Kota Banda Aceh dengan 87,17, disusul Jakarta Selatan dengan 86,94. Ketiga kota ini konsisten berada di puncak sejak 2010.
Kota Salatiga menyusul di peringkat keempat dengan nilai 85,72. Peringkat kelima ditempati Kendari dengan 85,33. Kota Semarang berada di posisi keenam dengan 85,25.
Kota Denpasar menjadi satu-satunya kota di luar Jawa yang masuk sepuluh besar, dengan nilai 85,22. Sementara itu, Jakarta Timur, Surakarta, dan Surabaya menutup daftar sepuluh besar dengan nilai 84,65, 84,40, dan 84,14.

Mengapa Kota di Barat Lebih Unggul?
Hingga kini, kota-kota di Indonesia bagian barat masih mendominasi daftar IPM tertinggi. Akses infrastruktur yang lebih baik, jumlah universitas berkualitas, dan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap menjadi alasan utamanya. Selain itu, wilayah ini juga lebih dekat dengan pusat pemerintahan dan ekonomi nasional, sehingga distribusi layanan publik lebih merata.
Kota-kota dengan IPM tinggi biasanya memiliki karakter serupa: tingkat pendidikan tinggi, akses kesehatan mudah, dan pendapatan rata-rata penduduk stabil. Yogyakarta misalnya, dikenal sebagai kota pendidikan. Banda Aceh memperkuat layanan kesehatan pasca-tsunami, sementara Jakarta Selatan menikmati infrastruktur modern.
Perbandingan dengan Kota di Kalimantan Timur
Kota di Kalimantan Timur masih tertinggal jika dibandingkan dengan sepuluh besar nasional. Menurut BPS, IPM Balikpapan berada di angka 81,43. Bontang menyusul dengan 80,66, sementara Samarinda mencatat 80,23. Angka ini memang berada di atas rata-rata nasional, tetapi masih jauh di bawah Yogyakarta.
Agar bisa menyusul, Kalimantan Timur perlu memperkuat tiga aspek utama. Pertama, memperluas akses pendidikan berkualitas hingga tingkat desa. Kedua, meningkatkan layanan kesehatan yang terjangkau. Ketiga, membuka lebih banyak lapangan kerja yang layak. Kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) bisa menjadi peluang untuk mengakselerasi peningkatan IPM melalui pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik modern.
IPM bukan sekadar angka. Ia cermin kualitas hidup manusia. Kota dengan IPM tinggi memberi harapan bahwa pembangunan benar-benar menyentuh kebutuhan dasar warganya. Pertanyaan yang tersisa: mampukah Kalimantan Timur mengejar Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya? (*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin