Mengenal Cognitive Overload, Istilah yang Membuat Gen Z Malas dan Semakin Tertinggal

kaltimes.com
7 Mei 2025
Share

PASAR kerja semakin kompetitif. Membuat peluang mendapatkan pekerjaan semakin sulit. Ironisnya, di tengah tantangan ini banyak Gen Z justru enggan mengembangkan diri. Padahal mereka memiliki akses luas terhadap teknologi dan berbagai sumber pembelajaran. Peningkatan keterampilan, baik hard skill maupun soft skill, seharusnya menjadi modal bersaing. Namun, berbagai faktor psikologis dan lingkungan membuat banyak dari mereka belum memanfaatkannya secara maksimal.

Analisa ini sesuai dengan hasil survei Jakpat yang diakses pukul 18.25 Wita, 22 Maret 2025. Survei itu dilakukan 24–25 Februari 2025. Survei ini melibatkan 1.549 responden. Hasilnya terungkap beberapa alasan utama mengapa sebagian Gen Z enggan mengembangkan diri. Sebanyak 25 persen responden menyatakan kurangnya motivasi untuk belajar dan berkembang akibat distraksi digital atau tekanan hidup. Sementara itu, 23 persen merasa bahwa aktivitas pengembangan diri tidak memberikan dampak signifikan.

Kesibukan akademik, pekerjaan, atau kebiasaan menunda juga menjadi faktor yang membuat 22 persen responden merasa tidak memiliki waktu meningkatkan keterampilan. Selain itu, keterbatasan finansial menjadi alasan bagi 15 persen Gen Z yang enggan mengikuti kursus atau pelatihan karena biaya yang dianggap memberatkan. Beberapa dari mereka juga merasa nyaman dengan kondisi saat ini. 14 persen responden mengaku tidak melihat kebutuhan mendesak untuk berkembang lebih jauh. Ketakutan akan kegagalan juga menjadi penghambat bagi 12 persen Gen Z. Dia khawatir jika usaha mereka tidak membuahkan hasil. Sisanya, sebanyak 3 persen, menganggap pengembangan diri bukan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan.

Data ini mengindikasikan bahwa hambatan pengembangan diri bagi Gen Z berasal dari faktor eksternal seperti biaya atau waktu. Ada juga faktor internal seperti rendahnya motivasi dan kecenderungan untuk menghindari risiko. Menariknya, meskipun mereka tumbuh di era digital dengan akses luas ke sumber belajar gratis, distraksi teknologi justru menjadi penghambat utama. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan konsep cognitive overload. Artinya, terlalu banyak informasi yang tersedia justru membuat seseorang kesulitan fokus dan mengambil keputusan yang tepat. 

Penelitian Sweller et al. (2011) dalam “Cognitive Load Theory,” menyatakan bahwa beban kognitif yang berlebihan dapat menghambat proses pembelajaran dan pemecahan masalah, terutama dalam lingkungan yang penuh dengan stimulus digital. Paparan digital berlebihan membuat motivasi Gen Z menurun dan menghambat pengembangan diri. 

Gen Z dapat mengatasi hal ini dengan melakukan digital detox untuk mengurangi paparan teknologi. Mereka juga bisa menerapkan manajemen waktu seperti time blocking, yaitu dengan membagi hari ke dalam blok waktu khusus untuk tugas tertentu. Metode ini dapat membantu Gen Z lebih fokus dan produktif. Gen Z juga perlu lebih selektif dalam menyaring informasi agar fokus pada pembelajaran yang efektif.

Selain tantangan digital, faktor ekonomi juga menghambat pengembangan diri Gen Z. Berdasarkan survei Jakpat, kursus bahasa asing memiliki biaya tertinggi Rp 399 ribu, kursus komputer Rp 378 ribu dan finansial Rp 349 ribu). Sedangkan kursus digital marketing, desain dan Microsoft Office berkisar Rp 223 ribu hingga Rp 292 ribu. Selanjutnya, kursus memasak, menulis dan fotografi lebih terjangkau yakni antara Rp 201 ribu hingga Rp 224 ribu. Harga yang tidak selalu terjangkau ini menjadi kendala, terutama bagi mereka yang masih menempuh pendidikan atau baru memulai karier.

Banyak Gen Z mengadopsi frugal living dalam mengelola keuangan mereka. Survei IDN Research Institute menyebut, 59 persen Gen Z memilih gaya hidup frugal living dengan mencari diskon, mengurangi kegiatan sosial, dan memilih hiburan serta olahraga yang lebih ekonomis. Meski mencerminkan kesadaran finansial, pola ini membuat mereka lebih fokus pada investasi jangka pendek dibanding pengembangan diri jangka panjang.

Gen Z menghadapi berbagai hambatan dalam pengembangan diri, baik dari segi psikologis, digital, maupun ekonomi. Meskipun begitu, pengembangan diri tetap krusial untuk bertahan di dunia kerja yang kompetitif. Mengelola distraksi digital dan mencari solusi finansial dapat membantu Gen Z lebih fokus pada pengembangan diri. Memanfaatkan sumber belajar gratis juga memungkinkan mereka meningkatkan keterampilan untuk menghadapi tantangan di era digital. (*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Edior: Amin