Mempelajari Distribusi Hujan di Kaltim: Balikpapan Tertinggi, Kubar Terendah

kaltimes.com
16 Mei 2025
Share

INDONESIA, negeri dengan curah hujan tinggi yang kini sedang dilanda musim hujan. Kondisi ini memengaruhi kehidupan, ekonomi, dan lingkungan secara signifikan. Hal ini pun menuntut kesiapan dan mitigasi yang tepat.

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diakses pukul 18.44 Wita, 24 Maret 2025, menunjukkan rata-rata curah hujan nasional mencapai 3.020 millimeter pada 2025, meningkat dari 2.950 milimeter pada 2024. Curah hujan tinggi juga terjadi pada tahun 2022, dengan rata-rata nasional mencapai 2.898 milimeter per tahun. Frekuensi hari hujan juga bervariasi di setiap provinsi.

Provinsi dengan hari hujan terbanyak pada 2022 adalah Sumatra Utara dengan 256 hari hujan dalam setahun, diikuti Maluku (244 hari), Kalimantan Tengah (240 hari). Selanjutnya, Jawa Barat (239 hari), Maluku Utara (238 hari), Kepulauan Bangka Belitung (234 hari), dan Kalimantan Timur (224 hari). Sebaliknya, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan hari hujan paling sedikit, yakni 158 hari sepanjang tahun 2022.

Analisis dari data tersebut menunjukkan beberapa pola menarik. Pertama, wilayah timur Indonesia, seperti Maluku dan Maluku Utara, mendominasi daftar provinsi dengan hari hujan terbanyak. Hal ini mengindikasikan pola iklim yang lebih basah di kawasan timur dibandingkan dengan wilayah barat.

Kedua, jumlah hari hujan tidak selalu sebanding dengan total curah hujan. Misalnya, meski bukan yang terbanyak, Sumatra Barat mencatat curah hujan tertinggi, yaitu 4,95 ribu milimeter per tahun. BMKG menyebut faktor geografis, seperti topografi berbukit dan kedekatan dengan Samudra Hindia, meningkatkan hujan orografis di wilayah ini. Orografi atau orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan, udara yang mengandung uap air bergerak naik ke atas pegunungan, sehingga terjadi penurunan suhu dan terkondensasi dan akhirnya turun hujan di lereng gunung yang berhadapan dengan datangnya angin. Artinya, hujan di Sumatra Barat lebih intens meskipun terjadi dalam hari yang lebih sedikit.

Selain itu, Kalimantan Timur juga memiliki pola unik dengan perbedaan curah hujan antara wilayah pesisir dan pedalaman. Kota-kota seperti Balikpapan dan Samarinda cenderung mengalami curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan daerah pedalaman seperti Kutai Barat. Menurut data BMKG, curah hujan tahunan di Balikpapan mencapai rata-rata 2,4 ribu milimeter, sedangkan di wilayah pedalaman seperti Kutai Barat lebih rendah, sekitar 1,8 ribu milimeter. Hal ini menunjukkan adanya variasi lokal dalam distribusi curah hujan di Kalimantan Timur.

Curah hujan tinggi di Kalimantan Timur berdampak signifikan pada sektor kehutanan, pertanian dan infrastruktur. Kelembaban tanah yang terjaga memperkuat ekosistem hutan hujan tropis, sementara pasokan air bersih yang stabil mendukung kebutuhan domestik dan industri. Potensi energi hidroelektrik juga meningkat seiring dengan debit sungai yang lebih besar. Menurut jurnal “Dampak Curah Hujan Tinggi terhadap Sumber Daya Alam dan Infrastruktur di Kalimantan Timur” oleh Rahmawati (2021), curah hujan tinggi berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan menyediakan sumber daya air yang berkelanjutan.

Di sisi lain, curah hujan tinggi meningkatkan risiko tanah longsor di daerah berbukit dan mempercepat kerusakan infrastruktur akibat genangan air. Menurut penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR), wilayah dengan curah hujan tinggi di Kalimantan Timur memiliki potensi banjir tahunan yang dapat menghambat aktivitas ekonomi dan transportasi. Curah hujan tinggi berisiko mempercepat erosi tanah, merusak ekosistem perairan akibat sedimentasi, serta meningkatkan penyakit berbasis air seperti demam berdarah dan leptospirosis di daerah tergenang.

Pemerintah Kalimantan Timur mengelola dampak curah hujan tinggi dengan berbagai langkah strategis. BPBD Kaltim memperkuat sistem peringatan dini, menyiagakan personel tanggap darurat, serta mendistribusikan bantuan logistik ke daerah rawan banjir.

Pemerintah juga mengoptimalkan infrastruktur pengendalian banjir dengan membangun dan memperbaiki drainase serta tanggul di titik-titik rawan genangan air. Selain itu, rehabilitasi daerah aliran sungai dilakukan guna mengurangi risiko erosi dan sedimentasi yang dapat memperparah banjir. Masyarakat juga diberi edukasi mitigasi bencana agar lebih siap menghadapi cuaca ekstrem. (BPBD Kaltim Siaga Hadapi Potensi Bencana Selama Musim Hujan, Kaltimprov.co.id, 2025).

Kondisi curah hujan tinggi di Kalimantan Timur memberikan manfaat sekaligus tantangan. Sementara ketersediaan air yang melimpah mendukung sektor kehutanan dan energi, risiko bencana seperti banjir dan tanah longsor tetap menjadi ancaman serius. Pemerintah menerapkan strategi mitigasi dengan membangun infrastruktur pengendalian banjir dan mengedukasi masyarakat guna menyeimbangkan manfaat curah hujan tinggi dengan potensi risikonya.(*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin