Membatalkan penerbangan bukan hal yang mudah. Tapi bagi ribuan penumpang, pembatalan itu nyata dan sering kali terjadi mendadak. Di musim libur atau hari sibuk sekalipun, mereka tetap harus menunggu, kecewa atau bahkan gagal terbang. Tak jarang, itu terjadi tanpa penjelasan memadai.
Laporan lembaga riset Cirium 2024 mencatat ada jutaan penumpang yang terdampak pembatalan. China Eastern Airlines menjadi maskapai dengan jumlah pembatalan terbanyak, mencapai 29.700 penerbangan dalam setahun. Di bawahnya, ada American Airlines (28.600), United Airlines (26.700), China Southern (25.600) dan Air China (25.300).
Indonesia juga masuk daftar. Lion Air mencatat 20.900 penerbangan dibatalkan, sementara Super Air Jet 13.100. Meski angka ini lebih rendah dibanding maskapai besar dunia, jumlahnya tetap signifikan dan mempengaruhi ribuan penumpang domestik.

Kenapa bisa terjadi? Menurut laporan CNN Indonesia, penyebabnya beragam. Cuaca buruk jadi faktor utama. Hujan deras, kabut, badai, hingga angin kencang bisa membuat pesawat tak bisa terbang dengan aman. Maskapai pun memilih menunda atau membatalkan demi keselamatan.
Ada juga faktor dari penumpang. Misalnya, bercanda soal bom, tak membawa surat kesehatan saat sakit, hingga datang terlambat. Semua ini bisa mengganggu jadwal keberangkatan. Barang bawaan berlebihan pun ikut memperlambat proses naik pesawat.
Selain itu, keterlambatan pesawat sebelumnya juga berpengaruh. Kalau satu pesawat telat karena cuaca atau masalah teknis, penerbangan berikutnya pun ikut mundur. Maskapai kadang harus melakukan perbaikan mendadak demi memastikan pesawat aman digunakan.
Fenomena ini menunjukkan industri penerbangan masih menghadapi tantangan besar. Di tengah harapan perjalanan yang lancar, penumpang perlu tahu bahwa banyak faktor. Baik teknis maupun manusia juga berperan dalam kelancaran penerbangan. Bagi maskapai, ini jadi pengingat transparansi dan efisiensi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin