DUNIA digital kini menyimpan ancaman baru. Layar yang seolah jadi ruang aman justru berubah menjadi pintu masuk serangan yang merugikan banyak orang.
Batas antara ruang digital dan kehidupan nyata semakin tipis. Interaksi di dunia maya bahkan lebih sering terjadi dibandingkan pertemuan langsung. Namun, di balik kemudahan itu, ancaman serangan digital terus meningkat.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) merilis Laporan Pemantauan Hak-Hak Digital di Indonesia Triwulan I dan II 2025. Laporan itu mencatat 305 kasus serangan digital hingga Kuartal II 2025. Jumlah ini melonjak dua kali lipat dibanding periode sama tahun 2024 yang hanya mencatat 150 kasus.
Maret dan Mei menjadi bulan paling rawan. Pada Maret, pelaku melancarkan 68 serangan, sedangkan Mei mencatat 65 insiden. SAFEnet menegaskan motif politik mendorong lonjakan serangan digital tahun ini.

Isu-isu politik ikut memicu eskalasi serangan. Penolakan RUU TNI, revisi UU Polri, serta perbincangan soal dugaan keterlibatan pemerintah dalam kasus judi online kerap memancing aksi digital. Konten kritik terhadap kebijakan pemerintah juga sering diserang.
Mahasiswa dan pelajar tercatat sebagai kelompok korban terbanyak. Dari sisi metode, peretasan mendominasi dengan 79 kasus, sementara pengancaman mengikuti dengan 65 kasus.
Lonjakan ini menandakan ruang digital Indonesia masih rapuh. Masyarakat, terutama kelompok kritis, perlu meningkatkan kewaspadaan. Dulu serangan mungkin hanya terjadi di dunia nyata, kini ruang digital pun tak lagi aman. (*)
Penulis: Dwi Lena Irawati