IndonesiaGelap Trending dengan 81.900 Cuitan, Bagaimana Narasi Dibangun antara Tuntutan dan Bantahan

kaltimes.com
8 Mar 2025
Share

SERUAN #IndonesiaGelap ramai diperbincangkan di media sosial dan berujung pada aksi demonstrasi di berbagai daerah. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat. Data dari Drone Emprit menunjukkan bahwa tagar #IndonesiaGelap pertama kali digunakan di media sosial X pada 3 Februari 2025 oleh akun @BudiBukanIntel, disertai dengan simbol garuda hitam. Tagar tersebut berhasil menduduki posisi trending pertama dengan lebih dari 81.900 cuitan yang membahas gerakan ini.

Selain #IndonesiaGelap, terdapat beberapa tagar lain yang juga menyuarakan ketidakadilan dan menjadi trending di X. Data dari Drone Emprit yang diakses pukul 14.17 Wita, 21 Februari 2025, menunjukkan bahwa lima tagar menjadi tren antara 11 hingga 17 Februari 2025, yaitu #daruratindonesia (17.536 tweets), #PeringatanDarurat (9.078 tweets), #daruratpendidikan (3.207 tweets) dan #AdiliJokowi (3.192 tweets). Kelima tagar ini mencerminkan berbagai aspek keresahan masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat.

Sejumlah influencer memperluas jangkauan gerakan ini. Influencer dengan jumlah interaksi tertinggi dalam kampanye #IndonesiaGelap di media sosial X adalah @ilhampid, yang memperoleh 7.099 interaksi. Selain itu @barengwarga, @plisitin, @thafism_, dan @bemuiofficial turut serta menggaungkan isu ini, menarik total 21.911 interaksi di media sosial. Dukungan di media sosial mendorong gerakan ini berlanjut ke demonstrasi di berbagai daerah, salah satunya di Kota Samarinda.

AKSI DI SAMARINDA

Pada 17 Februari 2025, ribuan mahasiswa turun ke jalan di berbagai daerah. Di Samarinda, mereka berkumpul di depan Gedung DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Karang Paci, Sungai Kunjang, Samarinda, dengan dukungan aktivis dan intelektual. Tokoh politik Rocky Gerung turut berorasi, menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat (Kaltim Post, 2025). Aksi ini berlangsung damai, dengan tuntutan evaluasi kebijakan yang dianggap menekan hak masyarakat.

Demonstran menilai revisi UU TNI dan UU Polri merugikan rakyat karena dapat memperluas kewenangan aparat dalam urusan sipil, yang berisiko mengancam demokrasi dan meningkatkan tindakan represif. Revisi Tata Tertib DPR juga diprotes karena bisa membatasi kritik publik terhadap wakil rakyat.

Sementara itu, mereka mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi hak tanah adat, RUU Perampasan Aset untuk memperkuat pemberantasan korupsi, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga agar pekerja domestik mendapat hak yang layak.

Tuntutan lain mencakup pencabutan proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai bermasalah karena dianggap merampas lahan masyarakat, merusak lingkungan, dan menguntungkan korporasi tertentu tanpa mempertimbangkan dampak sosial. Demonstran juga menuntut evaluasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) akibat dugaan penyelewengan anggaran yang berisiko mengurangi kualitas program dan tidak tepat sasaran.

Selain itu, mereka menolak Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang memerintahkan efisiensi anggaran Rp 306 triliun, termasuk pemotongan dana KIP Kuliah, karena kebijakan ini dinilai mengancam akses pendidikan bagi mahasiswa kurang mampu. Demonstran juga mendesak pembayaran tunjangan kinerja (tukin) dosen dan ASN yang tertunda sejak 2020, karena keterlambatan ini dianggap mencerminkan ketidakadilan dalam pengelolaan anggaran negara.

Terakhir, mereka mengecam pembatasan kebebasan berekspresi, termasuk pelarangan pementasan teater di ISBI Bandung, yang dinilai sebagai bentuk represi terhadap seni dan kritik sosial.

Pemerintah membantah klaim bahwa Indonesia mengalami keterpurukan, dengan menegaskan kondisi negara tetap stabil dan menunjukkan kemajuan di berbagai sektor. Kantor Komunikasi Kepresidenan menyatakan bahwa sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi terus berkembang, didukung oleh kebijakan yang berfokus pada efisiensi dan kesejahteraan masyarakat. Istana juga membantah isu pemangkasan anggaran, menegaskan bahwa alokasi dana dilakukan secara optimal untuk mendukung program pembangunan dan kesejahteraan rakyat. (Sumber: Kompas, 2025 – “Istana Bantah Indonesia Gelap: Masih Bercahaya, Terang Benderang”)
Beberapa tuntutan demonstran juga tidak sesuai dengan data faktual. Sebagai contoh, anggaran pendidikan tahun 2025 justru meningkat sebesar 5,6 persen dibanding tahun 2024 (Kemenkeu, 2025). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan dengan peningkatan alokasi anggaran sebesar Rp2 triliun untuk memperbaiki kualitas dan distribusi pangan (Kemendikbud, 2025).

Selain itu, laporan terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di atas rata-rata global. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,2 persen pada kuartal pertama 2025. Daya beli masyarakat juga meningkat sebesar 3,8 persen dibanding tahun 2024. Sementara itu, tingkat kemiskinan turun menjadi 8,5 persen. Pemerintah mencatat peningkatan investasi sebesar 12,4 persen di berbagai sektor strategis.

Menanggapi tagar #IndonesiaGelap, muncul tagar #IndonesiaTerang yang menyoroti keberhasilan pembangunan nasional. Tagar ini telah digunakan dalam lebih dari 200 cuitan di media sosial X. Tagar ini digunakan oleh beberapa media dan akun publik di X, seperti @RFGOfficialID, @IDNewsUpdate, dan @BeritaNasional24, untuk menampilkan data dan pencapaian pemerintah dalam berbagai sektor.

Sejumlah pakar dan akademisi menanggapi gerakan #IndonesiaGelap yang mencuat di media sosial dan berujung pada demonstrasi. Ekonom senior UGM, Prof. Hadi Wiranto, menilai isu yang diangkat memiliki dasar ekonomi yang perlu diperhatikan. “Efisiensi anggaran memang berdampak pada masyarakat, meski secara makro ekonomi tetap positif dengan inflasi terkendali dan investasi meningkat. Pemerintah perlu lebih transparan agar tidak terjadi kesalahpahaman,” ujarnya kepada Tempo (20 Februari 2025).

Pakar hukum tata negara, Dr. Fadhil Anwar, menekankan perlunya perhatian terhadap revisi UU TNI dan UU Polri yang ditentang mahasiswa, mengingat dampaknya pada demokrasi dan supremasi hukum. Ia juga menyoroti urgensi pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. “RUU ini sudah lama tertunda dan harus segera disahkan demi perlindungan pekerja,” katanya dalam seminar Lembaga Kajian Konstitusi (19 Februari 2025).

Sosiolog UNAIR, Dr. Nabila Wicaksono, melihat gerakan ini sebagai bukti meningkatnya kesadaran politik anak muda. “Gen Z dan milenial semakin kritis dan memiliki akses informasi lebih luas. Ini cerminan partisipasi politik yang sehat, asalkan tetap dalam koridor demokrasi dan bebas dari hoaks,” ujarnya dalam diskusi di kanal YouTube Narasi (18 Februari 2025).

Gerakan #IndonesiaGelap bermula di media sosial dan berkembang menjadi aksi demonstrasi sebagai bentuk ketidakpuasan publik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap kurang transparan dan berdampak luas pada ekonomi, hukum, dan kesejahteraan sosial. Gerakan ini mendapat dukungan dari influencer dan mahasiswa, yang menyoroti revisi undang-undang, kebijakan ekonomi, serta kebebasan berekspresi.

Pemerintah membantah klaim keterpurukan dan menegaskan kondisi negara tetap stabil. Namun, para pakar menilai gerakan ini muncul akibat akumulasi keresahan publik terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak, kurangnya transparansi, dan lambatnya respons pemerintah. Keterbukaan dan komunikasi yang lebih baik dinilai penting untuk meredam ketidakpercayaan serta mencegah eskalasi protes.

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editing: Amin