TELUR menjadi menu harian utama bagi masyarakat yang wajib tersedia di meja makan. Sayangnya produksi telur di Kalimantan Timur belum juga mampu mengejar kebutuhan konsumsi masyarakat. Kondisi ini menempatkan Kalimantan Timur dalam posisi rentan terhadap fluktuasi pasokan dari luar daerah. Kenaikan harga telur di Pulau Jawa turut berdampak ke Kalimantan Timur karena pasokan masih bergantung dari luar daerah.
Data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Timur (DPKH Kaltim) menunjukkan produksi telur cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2020, produksi telur mencapai 14 ribu ton dan sempat naik hingga 15,6 ribu ton pada 2022. Namun, pada 2024, produksinya belum mampu menyamai tahun-tahun sebelumnya, yaitu hanya 12,6 ribu ton.

Di sisi lain, konsumsi telur juga mengalami penurunan dari 23,7 ribu ton pada 2020 menjadi 23,3 ribu ton pada 2024. Meskipun begitu, angka konsumsi tetap jauh lebih tinggi dibandingkan produksi lokal. Artinya, bahkan saat konsumsi telur menurun, produksi telur lokal masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat.
Untuk melihat potensi kecukupan telur ke depan, dilakukan analisis prediksi produksi dan konsumsi tahun 2025 dengan regresi linear. Regresi linear dipilih karena efektif memproyeksikan tren dari data historis yang terbatas. Metode ini juga digunakan dalam penelitian internasional oleh Yilmaz dan Cengiz (2022) yang dimuat dalam jurnal Large Animal Review berjudul “Prediction of Cumulative Egg Production in Japanese Quails by Using Linear Regression, Linear Piecewise Regression, and MARS Algorithm.” Penelitian tersebut membandingkan berbagai metode prediksi, termasuk regresi linear, untuk memperkirakan produksi telur kumulatif pada puyuh Jepang. Hasilnya menunjukkan regresi linear efektif memodelkan hubungan antara usia dewasa seksual dan berat telur awal dengan produksi telur kumulatif.
Dalam analisis ini, prediksi produksi menggunakan rasio produktivitas, yaitu perbandingan jumlah telur dengan populasi ayam petelur. Hasil prediksi untuk tahun 2025, Kaltim diperkirakan hanya memproduksi 11,278 ribu ton telur. Analisis ini memiliki nilai Root Mean Square Error (RMSE) sebesar 1,140 ribu ton. Artinya, perkiraan nilai aktual produksi telur berada dalam rentang 10,138 ribu ton hingga 12,418 ribu ton.
Sementara itu, kebutuhan telur tahun 2025 diprediksi berdasarkan tren konsumsi dari tahun 2020 hingga 2024. Hasil proyeksi menunjukkan konsumsi telur masyarakat Kalimantan Timur pada tahun 2025 akan mencapai 26,066 ribu ton. Analisis ini memiliki nilai RMSE sebesar 1,925 ribu ton.
Dengan membandingkan hasil prediksi produksi dan konsumsi, didapati Kaltim akan mengalami defisit telur sekitar 14.788 ton pada tahun 2025. Kondisi ini mengindikasikan bahwa produksi lokal belum mampu mengejar kebutuhan dan menimbulkan ketergantungan pada pasokan luar daerah.
Salah satu penyebab defisit ini telah dicatat dalam Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Ranwal RPJMD) Kalimantan Timur 2025–2029. Dokumen tersebut menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan stagnasi produksi telur lokal. Salah satunya adalah rendahnya peran sektor swasta dan usaha peternakan rakyat di bidang ayam petelur. Selain itu, tingginya biaya investasi, populasi ayam petelur yang masih sedikit dan manajemen budidaya yang belum optimal juga turut berkontribusi pada masalah ini. Kekurangan jumlah telur dipenuhi dengan mendatangkan telur dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
Jika tidak ada upaya serius untuk meningkatkan produksi telur lokal, Kalimantan Timur akan terus bergantung pada pasokan dari luar daerah. Upaya seperti pemberian insentif bagi peternak, peningkatan populasi ayam petelur dan perbaikan sistem budidaya sangat diperlukan. Tanpa langkah tersebut, provinsi ini akan terus menghadapi ketergantungan yang rentan terhadap fluktuasi harga dan distribusi dari luar daerah.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin