Ekspor Batu Bara RI Tembus 184 Juta Ton, Kalimantan Timur Sumbang Hampir 50 Persen

kaltimes.com
15 Sep 2025
Share

GEMURUH kapal tongkang di pelabuhan batu bara Kalimantan tak pernah reda. Dari pagi hingga malam, arus komoditas hitam itu terus bergerak menuju berbagai negara di Asia.

Batu bara masih memegang peran penting dalam struktur ekspor Indonesia. Komoditas ini menjadi penyumbang utama bagi surplus neraca perdagangan nasional. Di tengah wacana transisi energi menuju sumber daya yang lebih ramah lingkungan, permintaan batu bara tetap tinggi. Banyak negara masih mengandalkannya untuk listrik dan industri.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor batu bara Indonesia mencapai 184,2 juta ton sepanjang Januari–Juni 2025. Nilainya menembus US$11,9 miliar. Negara tujuan ekspor batu bara Indonesia memang beragam, tetapi seluruhnya berasal dari Asia.

India menempati posisi pertama dengan volume 53,77 juta ton. Nilainya US$2,8 miliar. Besarnya angka ini mencerminkan kebutuhan energi India yang tinggi. Keterbatasan produksi domestik membuat negara itu bergantung pada impor, termasuk dari Indonesia.

China berada di posisi kedua. Volume ekspor ke Negeri Tirai Bambu mencapai 30,38 juta ton senilai US$1,73 miliar. Meski mulai gencar beralih ke energi terbarukan, batu bara masih jadi andalan untuk industri baja, manufaktur, dan listrik.

Filipina menempati urutan ketiga. Negara ini mengimpor 18,88 juta ton batu bara Indonesia dengan nilai US$1,15 miliar. Vietnam berada di posisi keempat dengan 14,83 juta ton.

Malaysia ada di peringkat kelima dengan 13,96 juta ton, setara US$1,14 miliar. Korea Selatan mengikuti dengan 11,63 juta ton, lalu Jepang dengan 10,45 juta ton. Bangladesh membeli 7,9 juta ton, disusul Taiwan 7,7 juta ton, dan Thailand 7,3 juta ton.

Kalimantan Timur berperan besar dalam pasokan ini. Data Kementerian ESDM 2020 mencatat, daerah tersebut menyumbang 268.449 ton atau 47,9 persen dari total batu bara nasional. Ekspor dari provinsi ini mencapai 212,8 juta ton pada tahun yang sama.

Namun, batu bara bukan tanpa dampak. Pembakarannya menghasilkan emisi gas rumah kaca, pemicu pemanasan global dan perubahan iklim. Di Kalimantan Timur, ancaman deforestasi dan kebakaran hutan juga ikut menambah emisi. Meski ada peluang ekonomi lewat pengendalian hutan dan lahan, ekonomi daerah ini masih bergantung pada tambang batu bara.

Indonesia kini dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, batu bara mendongkrak perdagangan dan menopang ekonomi daerah. Di sisi lain, ketergantungan pada komoditas ini menyisakan tantangan lingkungan yang besar. Dulu Indonesia diperjuangkan, kini giliran kita menjaganya. (*)


Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin